Jumat, 27 September 2013

Monolog Sahabat

Kau si tubuh kaku
Tertidur pulas dengan mimpimu
Tak inginkah kau bercerita saat terbangun nanti?
Sebab kau terlihat asik dengan sunggingan senyum itu

Ah, sia-sia kau kuajak bercakap
Kau membisu seperti batu
Ataukah aku bermonolog saja?
Sejenak mengobrol melintasi waktu ke belakang
Hanya mengingat saja kawan, tak lebih
Baiknya kumulai dengan keluhan-keluhanku

Kau sebelumnya telah terlepas dari keakraban
Kau memulainya dengan menutup kehadiranmu
Sebuah berkah, kau kembali merajut ikatan emosi
Kau datang melebur diri dalam suka dan duka
Dengan membawa lencana sok hebatmu
Berbekalkan debat-debat jitumu
Ah, saya malas mengakui kehebatanmu itu

Tahukah kau kadang ada benci kusematkan untukmu
Bukan persaudaraan jika tak ada benci
Tapi kebencianku berbeda materinya
Kebencianku saat berbenturan isi kepalaku denganmu
Kau tetap ngotot, akupun begitu
Terlebih jika saya merasa dilucuti kekalahan
Kebencian yang unik, lucu menurutku

Kebencian yang lainnya masih ada, kawan
Sentilan pedismi, komentar tepatnya
Ketika kepalaku membahas perkara wanita dengan selimut cinta
Aku masih tak pernah suka dengan tanggapanmu
Melankolis bukanlah lebay, kawan
Kutahu kau hanya berusaha mencairkan kesedihanku dengan olokanmu itu
Basi kurasa, tak berimbas apapun
Perasaan itu tentang ketulusan, bukan paksaan

Masih banyak kebencianku
Atau sebut saja itu kecemburuanku
Aku ingin membahas cerita lain kawan
Tapi biarkan ia tersimpan
Anggap saja cerita yang akan kusampaikan itu adalah tangan kanan
Dan ceritaku ini adalah tangan kiri
Tak baik kisah itu kucerita detailnya kan?

Sedikit kucerita mungkin tak detail, kawan

Kau selalu membangunkan tidurku, niatmu baik, aku tak mampu mengeluh
Kita kadang berbagi tempat di ruangan sebelah di titik waktu tertentu
Ah, iri aku rasanya kawan
Karena kau begitu asyik dan begitu seringnya menempati ruangan itu sambil sesenggukan

Hanya sedikit, tapi kau pasti mengerti dengan ceritaku
Biarkan hanya kau saja yang mengerti, kawan
Hei, kau juga seringkali menegur kesedihanku
Kau mengejek kesedihan seorang pria jika ia tengah galau
Kini, kau fikir aku sudi berurai tangis untukmu jika kau menegur seperti itu, kawan?
Tak akan kawan

Tapi hari ini berbeda
Sebanyak apapun tumpah ruah air mata, masihkah kau bisa menegurnya?
Mencelotehinya, menyindirnya?
Kau asik dengan mimpimu
Dan saya pun tahu mimpimu itu tak kan berkisah
Kau terlena sekarang dalam dekapan-Nya
Maka biarkan tangis ini ada untukmu sekali saja
Tak banyak, hanya sebagai simbol akhir diskusi kita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar