Selasa, 22 Februari 2011

Dahulu adalah Masa adalah "Kini"

Berlalu...
Bahwa ia tak lagi dalam jemari karyamu...
Tidak pula untuk mengernyitkan dahimu...
Terlebih bila ia seakan sebuah perjudian bagimu...

Waktumu adalah kini...
"Kini" saat nafasmu memburu...
"Kini" saat otakmu siaga...
Bukan saat engkau di luar penjagaan...

Berlalulah apa yang dahulu menjadi "kini" buatmu...
Hanya berupa kepingan masa yang kian terlewati...
Mungkin kan kabur dalam mata fikiranmu...
Tumpul...

Bukan sesal...
Bukan gagal...
Penetapannya adalah kini...
Dengan sedikit modifikasi...
Ataukah dengan sebuah reduksi...
Bahkan formasi baru...
Adalah "kini" untuk menetapkan...
Bukan "dahulu"...

Terkadang dalam tameng "ketiadasanggupan" ...
Mencoba menyembunyikan dari kejahilan dan kebohongan diri...
Bukan sebuah kesalahan atau kebodohan...
Melainkan sebentuk kesetiaan dalam wujud kesia-siaan...
Yang terus engkau gali pandangmu...
Transformasikan menjadi sebuah nilai mutlak...
Untuk menyadari akan kelemahanmu...
Hingga tiba saat "kini" bagimu...

Tak ada yang salah...
Bila engkau melukis diorama masa...
Nikmatilah keindahannya walau suatu saat memudar goresnya...
Dan jangan sekali-kali engkau paksakan tuk pudarnya...
Karena di setiap detik waktu itu...
Ada keindahan yang kan menyayat hatimu...

Dan jika engkau tahu fakta tentang masamu...
Jangan pernah siratkan...
Jangan persuratkan juga...
Engkau tak tahu apa-apa...
Bukan memelas seharusnya...
Atau dengan sengaja untuk diibakan...
Sirnahkan harumu dengan senyuman...
Karena kau mampu menyimpan memorinya...
Hanya cukup untuk engkau simpan saja...

Selengkapnya...

Minggu, 13 Februari 2011

Lakon...

Luas panggung opera yang terasa hampa
Dengan riuh tepuk-tawa melodi asing
Dibuai lakon dan gemulai tubuh sang aktris
Dalam reka kisah picisan
Bermain dalam nasib sang aktor

Terusik kini panggung maya
Digerogoti serangga tak kasat mata
Berontak menentang tirani sang sutradara
Atas intimidasi egoisme
Serta serangkaian pemalsuan etika

Sang aktor terdiam
Menatap dalam kebisuan
Takluk dalam satu kenyataan
Prasangka yang runtuh seketika
Ketika hatinya telah terbawa ke dimensi naskah
Tanpa sedikitpun tahu semuanya adalah reka

Tiada kini lakon sang aktris
Hanya diam jiwa ego
Seakan jijik menatap panggung
Dan enggan meresapi sekali lagi
Peranan yang dibebankan kepada dirinya

Dan berakhirlah
Opera yang dilakonkan kedua insan
Dalam naskah sang sutradara
Meninggalkan akhir yang tragis
Bagi sang aktor yang meringis
Dan sang aktris yang acuh
Tinggallah panggung roboh kini

Selengkapnya...

Sabtu, 12 Februari 2011

Pahit - Manis

Tiada yang pasti...
Saat telah kau jejakkan langkah...
Berjalan menuju titik harapan...
Melintas di taman, terkadang berada di semak...
Menempuh perjalanan di aspal, terkadang di jalan berbatu...
Terjatuh, bangkit, terjatuh, bangkit...
Terjatuh karena batu sandungan, dan terkadang jatuh dari dataran curam...
Menggores luka...

Sejauh itu, tiada niat tuk berbalik...
Hanya dapat kau resapi seluruh yang berlalu...
Dan jangan menoleh untuk apapun...
Hadapi ketidakpastian yang menanti...
Karena berbalik pun tiada kepastian yang engkau dapat...
Hanya saja keduanya memiliki perspektif berbeda...
Setidaknya, melangkah ke depan lebih mematangkan fikiranmu...
Memberikan pelajaran yang baru...
Dan mewarnai gelap dalam hatimu, seperti pelangi...

Selengkapnya...

Ujung Jalan Kesetiaan

Pernah kuberucap rayuan
Dalam indah detik waktu yang hanya sepintas
Terus menanjak dalam kurva yang terjal
Seolah tiada batas dalam sumbunya
Hingga perlahan berganti dimensi
Menuju semu, kontras, dan spontan
Menukik tajam, berlari, tiada yang mengejar

Bahwa kini sebuah tameng memanjang disekitaran aura keindahan
Membuatku merasakan pukulan bertubi, hingga terkulai diriku
Terjatuh dalam tarikan gravitasi langka
Bukan 10, melainkan 10 kali lipat
Sangat hebat, dan tak dapat kumelepaskan diri lagi

Tanpa sadar...
Tak dapat lagi kudaki keelokan itu
Hanya dapat kulihat ia
Walau hatiku merasakan
Namun dalam waktu yang berlalu, rasa itupun meninggalkanku
Bertahap, terkuras, walau tak sepenuhnya habis
Namun disinilah...
Disinilah...
Disini...
Inilah...
Ia...
Yang kini hanya mampu kusebut

Saat kuberbalik
Dalam bisik hatiku
Sampailah diriku
Di ujung kesetiaan...
Saat cintamu menjadi semu, tak lagi nyata...

Kuberjalan perlahan, meningalkanmu
Dibalik pungungku
Dengan keenggananku
Menoleh untuk sedetik, kesekian kalinya...
Selamanya...

Selengkapnya...

Jumat, 11 Februari 2011

Hasrat...

Berputar dan senantiasa berdetak
Mengukir keceriaan
Melukis senyum, tawa, dan canda

Terus berputar dan senantiasa berdetak
Terkadang mengukir kepedihan
Mencoret duka, luka, dan bisa

Kian berputar dan senantiasa berdetak
Melintasi kemarin
Menikmati kini
Memimpikan esok

Terhenti berputar namun tetap berdetak
Sejenak...
Terkadang...
Suatu masa...
Menikmati sepenggal
Nyatanya keseluruhan

Selamanya berputar dan senantiasa berdetak
Hingga habis tintanya
Hingga usai kisahnya
Walau ingin...
Sangat ingin terus mengukir
Kehidupanmu...

Selengkapnya...

Kamis, 10 Februari 2011

Mata itu...

Mata itu...
Yang dulu memancarkan sinar
Kini tertelan kepekatan

Mata itu...
Yang dulu berbalut kehangatan
Kini meradang kegalauan

Mata itu...
Yang dahulu memancarkan hasrat
Kini menebar kebencian

Hasrat ini serasa lumpuh disorot pekatnya kebencian...
Namun, tak mengurangi hausnya diriku akan madunya...

Namun mata itu...
Tetap yang terindah
Tetap menyirat kesetiaan

Karena mata itu...
Dalam luapan amarah
Masih jelas kulihat sebuah pengharapan
Begitu besar
Harapan yang mulia
Berharap yang ia pandangi
Dapat menjadi kekasih sejati
Baginya...
Dalam mimpinya...
Hingga dalam pandangan...
Mata itu...

Selengkapnya...

Senin, 07 Februari 2011

21 Januari

Sekeping hati terbungkus kasih sayang buatmu yang senantiasa sabar akan egoisnya diriku
Sebentuk pemberian yg mungkin tak layak untukmu dan tak bernilai karena kesombonganku
Secantik apapun ia terbungkus, tak akan apik jika berisi kebusukan hatiku
Semenarik riuh kumpulan manusia, hanya meracun fikiran sesaat

Bersemilah bunga pohon cintamu, kan kutabur pada diriku
Berbuahlah pohon cintamu, kan kuteguk sarinya
Hingga kan berguguran ia, kusiram dengan sisa nafasku

Dirimu yang kini jauh sempurna dari titik tangkap akalku
Dirimu yang kini penuh luka, melunturkan bedak wajahmu
Dirimu kini seekor kupu-kupu, baru saja terlahir dari mungil kepompong
Terbanglah... Hingga diriku nyaris tak mampu mereka hadirmu

Engkau mampu terbang tinggi
Engkau mampu tinggalkan diriku
Engkau mampu merobek daun hatiku
Dendamlah... Bakar dan lenyapkan keberadaanku jika dirimu sudi

Terlalu banyak kutebar bibit kepedihan pada tubuhmu
Terlalu banyak benalu yang kujadikan inang dirimu
Terlalu perih kenangan yang kutabur di hatimu
Berontaklah... Jika ingin terbebas dari belenggu hatiku

Kau sangat-sangat sanggup
Kau sangat hebat kini
Mungkin kau dapat memindahkan gunung ego
Dan maaf jika alir di pipimu belum sanggup tuk kau bendung

Dirimu yang seharusnya mampu berfikir tak seperti anak yang manja
Dirimu yang harusnya kebal akan celotehan dan ejekan hati
Dirimu yang harusnya mampu terbebas dari jerat hadirku
Namun kau tak mampu melintas jauh ke angkasa

Itulah kedewasaan dirimu, bagai sebuah keajaiban untukku
Dewasa... Engkau tak meninggalkan diriku
Dewasa... Engkau senantiasa mendampingi keegoisanku
Dewasa... Engkau terus mengobati penyakit dalam diriku

Kini bertambahlah usiamu
Kau hebat di mataku
Akan terus kuingat, Januari di hari ke-21
Adik kecilq, si Cengeng, belahan jiwaku

Tahukah dirimu???
Betapa tragis...
Betapa terisi...
Bila hatimu dan mengiringiku

HAPPY BIRTHDAY, MBLG!!!
Maafkan kelakuanku yang terlalu kekanak-anakan...

Selengkapnya...

Sabtu, 05 Februari 2011

Kelam

Begitu sunyi...
Begitu kelam...
Perih...
Kumenyendiri...
Di ruangan sempit, hanya terdengar aliran tiap saat...
Dan bukannya keceriaan sekumpulan jangkrik...

Kebodohanku yang berlari dari keramaian...
Kebodohanku yang mencoba mereka...
Kebodohanku yang membuatku rindu...
Hingga ia perlahan menyusup ke dalam ruang tempatku berteduh...
Kamipun berdua membisu...

Lama kutermenung...
Denting jam pun turut beradu...
Hingga kau tampakkan setitik sinarmu...
Hanya setitik, dan cukup menenangkanku...
Yach... Hanya dengan suaramu dari seberang sana...

Kuharap kan lebih...
Kuharap tak hanya setitik...
Kuharap kau penuhi...
Kuharap kau jadi yang ketiga di ruangan ini...
Karena dia akan menyingkir, hingga ada Kita berdua...

Dialah kesediahanku...
Menemaniku, menggantikan dirimu...
Yang dulu senantiasa hadir...
Yang kini telah jauh...

Hmmm...
Rindu ini makin menjadi...
Saat kau tanggungkan hadirmu...
Hanya sebatas lantunan manis bibirmu...
Tanpa hadir bersama untaian kata-kata mu...

Namun semuanya cukup...
Bahkan kuyakin kan lebih...
Karena kutahu kau pun merasakannya...
Hingga kusedikit tenang...
Bukankah lebih indah bila kita jalani perasaan ini bersama???
Ade'ku...

Selengkapnya...

Ego Cinta

Terkadang kutakut bila jarak menjadi sesuatu yang mengaburkan pandanganku untuk merekam hadirmu...
Lebih kutakutkan lagi bila ia menjauhkan hatimu dari perasaan rindu denganku...
Ia begitu bangga berdiri memisahkan kita berdua..
Tanpa ia tahu, kalau semuanya itu tiada berguna...
Karena hati kita berdua telah menyatu...
Berbaur seperti darah yang tak dapat dipecah...
Menjadi sebentuk daging yang saling mengerat, menjadi satu, tak akan bisa dibelah...
Hingga kamipun yakin, tak mungkin terpisah untuk selamanya...
Waktu itu pasti akan tiba...

Selengkapnya...