Senin, 23 Desember 2013

Dalam Defenisi

Dan akhirnya kutemukan ia
Bahwa aku tak pernah benar-benar mengerti keindahan itu
Bahwa aku tak pernah menjadi seorang pengamat yang semestinya
Bahwa aku hanya terdorong untuk mempertontonkan aurat keindahan
Sementara keindahan itu tak pernah bercerita dengan sendirinya
Kutahan ia hingga tanganku mengotori dan merusaknya
Sungguh terlalu banyak sampah yang telah aku tuliskan dengan tangan ini
Serasa ingin kurobek lembarannya, ingin kuhapus semua dari pandanganku
Kubuang hingga tak bersisa

Aku tersadar, aku terlalu sibuk ingin menyerupai para penyair ternama
Kupelajari sastra untuk memoles tulisanku
Kubedaki keindahan dengan lumpur kotor tanpa sadarku
Aku termakan keegoisan, aku tertipu oleh pujian
Sementara, karyaku hanyalah buangan tak berharga
Tak bernilai dan hanya menuliskan sebuah kehampaan
Aku, kulihat diriku dalam coretan-coretanku
Menyedihkan, menjijikkan, ingin kutikam diriku dengan pemikirannya itu
Yang telah merusak sejatinya keikhlasan
Membunuh arti kejujuran
Sungguh telah aku agung-agungkan diksi, metafora, repetisi, dan sebangsa teori-teori lainnya
Benar-benar aku pun terjebak

Sudahlah...
Begitu perihnya
Itulah diriku, itulah kekeliruanku
Sebuah kesalahan yang mengawali, dan akan kuakhiri
Aku hanya ingin merenungkan, menyaksikan, dan menyampaikan
Aku tak kan sering melangkah mundur hanya untuk memberi garis hitam pada kata, baris, atau bait
Namun aku lebih tak akan segan menghilangkan kekeliruan sekalipun harus kembali ke awal tulisanku
Bahkan akan kucoreti keseluruhannya
Itulah diriku, bukan pencipta, namun cukup menyampaikan apa yang telah tercipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar